Home

Selamat Datang di Situs Pribadi Nyoman Arnaya & Keluarga

Nyoman Arnaya lahir di Banjar Serongga, Desa Songan, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali pada Hari Sabtu (Saniscara), Wage, Wuku Dukut sekitar Tahun 1977 - 1978. 
Diperkirakan seperti itu karena tanggal lahir yang tepat tidak diingat/dicatat oleh orang tua. Tetapi kalau dicari di pencarian tanggal lahir/otonan (menurut Kalender Bali) ditemukan beberapa pilihan, seperti Tangal 10 Desember 1977 dan Tanggal 8 Juli 1978. Ini dihitung karena mulai bersekolah di Sekolah Dasar sekitar umur 7 sampai 8 tahun pada saat itu, dimana Nyoman Arnaya mulai bersekolah di Sekolah Dasar Negeri 3 Songan yaitu Tahun 1985 maka diperkirakan lahirnya sekitar Tahun 1977/1978. 
Akan tetapi secara Administrasi mulai saat bersekolah di Sekolah Dasar, Tempat dan Tanggal Lahirnya ditulis Songan, 04 Pebruari 1978. 
Nyoman Arnaya merupakan anak ke-3 dari 7 bersaudara dari pasangan I Wayan Sebetan dengan Ni Nyoman Sayub, yang keduanya berasal dari Desa Songan dan masih ada hubungan keluarga (satu Kepurusan), yaitu sama-sama Prati Sentana Hyang Putus atau Jero Sanghyang, Banjar Bingin Songan, Dadia Purin Ida Ratu Ayu, Pasek Celagi, Songan. 
I Wayan Sebetan, ayah dari Nyoman Arnaya lahir di Desa Songan sekitar Tahun 1940-1942. Ibunya Ni Nyoman Sayub juga lahir di Desa Songan sekitar Tahun 1947-1950. Kedua orang tuanya tersebut lahir dan besar di Desa Songan. Mereka adalah Petani Desa yang buta huruf karena tidak pernah yang namanya bersekolah. Tetapi mereka mempunyai obsesi dan semangat yang kuat agar anak-anaknya tidak buta huruf seperti mereka. Atas semangatnya tersebut maka I Wayan Sebetan dan Ni Nyoman Sayub bekerja keras sehingga semua anak-anaknya sempat bersekolah walaupun anak-anaknya ada yang hanya tamatan SD, ada yang tamatan SMK, ada yang tamatan Kejar Paket C bahkan ada juga yang sampai di Perguruan Tinggi/Universitas.
Semenjak menikah, kedua orang tua Nyoman Arnaya yaitu I Wayan Sebetan dan Ni Nyoman Sayub selalu bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya dengan bertani tadah hujan seperti jagung dan ketela yang hanya bisa dilakukan sekali dalam setahun karena kesulitan air. Setelah musim jagung/ketela selesai, mereka tidak mempunyai cadangan makanan sehingga terkadang mereka menjadi saudagar kecil (ngalu) . Seperti misalnya sekitar Tahun 1971 sampai 1977 dimana Desa Songan belum ada yang namanya jalan raya dan ekonomi yang sangat sulit waktu itu, mereka bekerja keras dengan berjalan kaki, kadang naik kuda mereka menukar cacah (ketela rambat yang dipotong-potong kecil dan dikeringkan) dibawa ke Desa Tianyar, Karangasem untuk ditukarkan dengan garam. Kemudian garam tersebut dibawa lagi ke Desa-Desa lain seperti beberapa Desa di Kecamatan Susut, Bangli bahkan sampai Daerah Gianyar dan Badung untuk ditukarkan dengan Ketela, ubi atau makanan lainnya. Selain menanam jagung dan ketela, mereka juga memelihara sapi. Dari usahanya memelihara sapi, orang tua Nyoman Arnaya bisa membeli beberapa hektar tanah. 
I Wayan Sebetan sempat menekuni judi tajen (Sabungan Ayam) beberapa tahun sekitar Tahun 1976 - 1982. Dari berjudi sambil bertani dia juga bisa memberikan makan keluarganya karena jarang kalah. Akan tetapi sejak awal Tahun 1983 dia memutuskan mengurangi berjudi karena dia tahu dan sadar kehidupan akan semakin sulit dan tidak akan bisa dipenuhi dari berjudi. Sesekali dia berjudi tajen sambil menjual ayam. Kemudian dari sekitar Tahun 1986, ayah Nyoman Arnaya menyatakan STOP berjudi.
Sekitar tahun 1972/1973 lahir kakak tertua Nyoman Arnaya yaitu Ni Wayan Pasti. Kehidupan orang tua Nyoman Arnaya semakin bahagia. Ni Wayan Pasti, anak pertama I Wayan Sebetan dan Ni Nyoman Sayub semakin besar dan dewasa. Sejak kecil dia juga bekerja keras membantu orang tuanya bertani dan memelihara sapi. Oleh akrena anaknya yang pertama bernama Ni Wayan Pasti maka I Wayan Sebetan dipanggil Nang Pasti dan Ni Nyoman Sayub dipanggil Men Pasti. Kemudian karena tradisi/adat istiadat di Desa Adat atau Desa Pakraman Songan, setelah menikah pada Tahun 1971 dan kemudian melaksanaha kewajiban sebagai "pengayah", lalu dari tahun 2005 menjadi "Kraman" dan akhirnya dari tahun 2009, I Wayan Sebetan dan Ni Nyoman Sayub menjadi "Kubayan' atau sudah menjadi Penghulu Desa Adat dan keduanyan dipanggil Jro Kubayan Pasti.
Saatnya anak kedua dari I Wayan Sebetan dan Ni Nyoman Sayub lahir sekitar Tahun 1975/1976. Dia adalah I Nengah Rata. Kebahagiaan keluarga I Wayan Sebetan terus bertambah. I Nengah Rata kecil adalah anak yang penurut dan rajin. Dia juga kerap membatu kedua orang tuanya bertani dan memelihara sapi. 
Ni Wayan Pasti mulai bersekolah Tahun 1979 yaitu di Sekolah Dasar Negeri 3 Songan. Akan tetapi setelah lulus Sekolah Dasar (SD) pada Tahun 1985, Ni Wayan Pasti tidak melanjutkan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Karena di Desa Songan tidak ada SMP waktu itu. Kalau mau melanjutkan ke SMP harus ke Bangli atau ke Singaraja. Orang tuanya tidak mempunyai cukup biaya untuk menyekolahkan anaknya sampai ke Bangli/Singaraja. Dua tahun kemudian yaitu Tahun 1987 dibuka SMP Swasta di Desa Songan yang namanya SMP Ulun Danu Songan. Ni Wayan Pasti sempat melanjutkan di SMP Ulun Danu Songan akan tetapi putus sekolah saat Kelas I.
I Nengah Rata, anak kedua dari pasangan I Wayan Sebetan dan Ni Nyoman Sayub mulai bersekolah di Sekolah Dasar Tahun 1982 dan tamat SD tahun 1988. Dia juga sempat melanjutkan sekolah di SMP Ulun Danu Songan dan juga putus sekolah saat Kelas I. Sejak putus sekolah, I Nengah Rata agak malas dan jarang membantu orang tuanya bekerja sebagai petani.
Anak ke-3 dari Keluarga I Wayan Sebetan bernama I Nyoman Arnaya (akan dijelaskan lebih detail di paragraf berikutnya). Ni Ketut Sukarmi adalah anak ke-4  I Wayan Sebetan dan Ni Nyoman Sayub. Lahir di Desa Songan Tahun 1981 dan tamatan SDN 3 Songan. Ni Wayan Serini adalah anak ke-5, Lahir di Songan tahun 1984, juga tamatan SDN 3 Songan.
Anak I Wayan Sebetan dan Ni Nyoman Sayub yang ke-6 bernama I Nengah Buda. Anak ini lahir prematur di Desa Songan tahun 1988. Lahir saat kandungan baru berumur 6 bulan. Lahir dengan berat sekitar 2 kg. Sehingga dalam proses penguatannya dibantu an dengmenggunakan lampu petromak. Tamatan SDN 3 Songan. Melanjutkan di SMPN 4 Kintamani di Songan. Setelah tamat dari SMP, Nengah Buda melanjutkan di SMKN 2  Kintamani. Tetapi sempat tidak naik kelas karena malas dan drop out selama 2 tahun dan melanjutkan lagi sampai tamat tahun 2012. Kemudian setelah lulus dari SMKN 2 Kintamani, Nengah Buda melanjutkan pendidikan di Fakultas Perikanan di Universitas Warmadewa, Denpasar. Anak ke-7 bernama Ni Luh Sitar. Lahir di Songan tahun 1991. Tamat di SDN 3 Songan dan melanjutkan SMPN 4 Kintamani, kemudian tamat SMKN 1 Bangli tahun 2011.
Nyoman Arnaya kecil saat berumur 1,5 - 4 tahun adalah anak balita yang sakit-sakitan. Waktu itu dokter tidak banyak. Dokter hanya ada di Pusat Kota Kecamatan. Jadi setiap Nyoman Arnaya sakit, dia kadang diajak ke dokter di Desa Kintamani dengan berjalan kaki yang jaraknya sekitar 5 km. Sempat suatu hari dia sakit keras dan dibawa dengan berjalan kaki dari rumahnya di Banjar Serongga ke Puskesmas Desa Songan yang jaraknya sekitar 2 kilometer. Disana dia diperiksa dan disuntik oleh Mantri Desa. Akan tetapi dalam perjalan balik pulang ke rumah tepatnya dari pusat Desa Songan, Nyoman Arnaya pingsan dan tidak bernafas (mati suri). Ibunya menangis dan tetap menggendong dan Ayahnya mengikuti. Kedua orang tuanya sedih, bingung dan hanya pasrah dan selalu berdoa serta meneruskan perjalanannya pulang. Keajaiban terjadi tepatnya di depan Pura Tukad Bungbung di Banjar Serongga, sekitar 45 menit perjalanan dari pusat Desa Songan, saat sang Ayah hampir putus asa. Sang Ayah memegang kepala serta meniup halus kening dan menghusap muka anaknya, saat itu juga Nyoman Arnaya kecil bergerak dan mulai sadar.
Mulai umur 5 tahun, Nyoman Arnaya sehat normal seperti teman-temannya. Dia bisa bermain seperti biasa. Permainannya saat itu yang paling sering dilakukan seperti mencari jangkrik, main layang-layang, bermain bola tanah, dan lainnya. Suatu hari, sekitar tahun 1984, saat Desa Adat Songan Ngiring Sesuhunan ke Desa Kalang Anyar (Desa Batur sekarang), Nyoman Arnaya meminta dibelikan mainan topeng (tapel), akan tetapi sang Ayah tidak mau membelikannya. Nyoman Arnaya menangis, dan akhirnya dibelikan buah salak sebagai penggantinya. Nyoman Arnaya memang anak yang tidak sabaran. Semua keinginannya harus dipenuhi sesegera mungkin.
Sebulan sebelum memulai bersekolah SD, sekitar bulan Mei-Juni 1985, Nyoman Arnaya ikut sang Ayah dan rombongan bekerja sebagai kuli pemetik kopi ke Desa Pujungan, Pupuan, Tabanan. Disana Nyoman Arnaya memungut buah kopi yang jatuh lalu ditinggal si pemetik (ngorek) dan dijualnya. Setelah selesai bekerja di Desa Pujungan, rombongan pemetik kopi dari Desa Songan termasuk Nyoman Arnaya berjalan kaki menuju Desa Munduk, Desa Gobleg, sampai Desa Tamblang, Buleleng. Dari Desa Tamblang rombongan menumpang kendaraan sampai Desa Kintamani. Perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki lagi melewati Banjar Yeh Mampeh, Batur, kemudian menuju rumah di Banjar Serongga, Desa Songan. Karena jalan raya dari Desa Songan menuju Banjar Serongga sampai ke Banjar Pulu dan Tabu baru diaspal Tahun 1985.
Sekitar awal bulan Juli 1985 mulailah Nyoman Arnaya bersekolah di SDN 3 Songan. Saat Kelas I, dia bukan anak berprestasi. Akan tetapi mulai Kelas II, Nyoman Arnaya menunjukan prestasinya dengan selalu mengikuti lomba siswa seperti lomba menulis dan menyanyi (kurs). Bukan hanya lomba-lomba tetapi juga menjadi juara Kelas sampai lulus SD Tahun 1991.
Saat duduk di Sekolah Dasar, setiap pagi sebelum berangkat ke sekolah, Nyoman  Arnaya membantu orang tua mencari rumput untuk makanan sapi bersama kakaknya, Ni Wayan Pasti dan I Nengah Rata. Sesekali dia juga menjual makanan sapi atau kayu bakar bersama sang ibu di Desa sambil berangkat ke sekolah. Pada musim kemarau dia juga sering membantu orang tua mencari air minum ke danau sebelum pergi ke sekolah dengan menjunjung tong atau memikul jerigen.
Setelah pulang sekolah, Nyoman Arnaya seperti biasa meluangkan waktu untuk bermain bersama teman-teman, tetapi sore harinya kembali membantu orang tua mencari rumput untuk makan sapi. Malam hari, belajar dan bermain lagi. Semenjak kelas III SD (tahun 1988), Nyoman Arnaya juga ikut membantu sang Ayah mencari batu dan pasir untuk dijual. Pekerjaan menggali batu dan pasir dilakoninya sampai tamat SMK.
Mulai Bulan Juli 1991, Nyoman Arnaya melanjutkan sekolah di SMPN 4 Kintamani, di Desa Songan. Dia merupakan siswa angkatan Ke-2 di SMP ini. Tidak jauh beda dengan saat di Sekolah Dasar, disini Nyoman Arnaya juga salah satu anak berprestasi. Pengalamannya bersekolah di SMPN 4 Kintamani adalah salah satu hal yang paling mengesankan karena di sekolah ini Nyoman Arnaya dan kawan-kawan menjadi siswa yang bekerja keras, pagi belajar di Kelas dan sore bergotong royong meratakan halaman sekolah. Pekerjaan menggali batu dan pasir bukan hal yang baru bagi Nyoman Arnaya karena bekerja menggali batu membantu orang tua sudah biasa dilakukan semenjak Kelas III SD. Saat bergotong royong di Sekolah, Nyoman Arnaya kerap membawa hamer, linggis atau cangkul karena peralatan itu semua ada di rumahnya.
Setelah tamat dari SMPN 4 Kintamani tahun 1994, Nyoman Arnaya sempat mendaftar masuk di SMAN 1 Bangli dan dinyatakan lulus/diterima. Akan tetapi Nyoman Arnaya tidak jadi melanjutkan sekolah di SMAN 1 Bangli karena lebih memilih bersekolah di Sekolah Kejuruan Pariwisata. Tetapi saat itu pendaftaran di Sekolah Kejuruan sudah ditutup maka dia memutuskan istirahat selama 1 tahun. 
Mulai bulan Juli 1995 Nyoman Arnaya melanjutkan sekolah di Sekolah Menengah Industri Pariwisata (SMIP) Mengwitani Bali, jurusan Usaha Perjalanan Wisata (UPW). Selama bersekolah disana, Nyoman Arnaya tinggal di Mes Kantor milik Prof. Drs. IB. Adnyana Manuaba yaitu di Kantor Putra Rahayu Manuaba (PRM) yang merupakan satu-satunya Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia (Human Resource Development) di Bali waktu itu, tepatnya di Banjar Abiantuwung, Pasekan, Kediri, Tabanan. Awal ceritanya adalah saat sang paman, Ir. Gede Tindih mengantar Nyoman Arnaya mendaftar di SMIP Mengwitani dan kebetulan sang paman punya teman yang bekerja di tempat itu, mereka adalah; I Gst. Ngurah Adi Putra, A.Par, Made Suwenten, A.Par dan Drs. Nyoman Alit Sarjana Putra. Mereka berteman sejak saat di SMA dan kuliah di UNUD. Sehingga Nyoman Arnaya ditawarin tinggal disana dan mau. Disini Nyoman Arnaya sering bertemu dengan sang pemilik, Prof. Drs. IB. Adnyana Manuaba yang penemu ilmu ergonomi dan anaknya Ir. IB. Narayana Manuaba. Nyoman Arnaya juga sering membantu kalau ada kegiatan seminar/kursus-kursus Pengembangan Sumber Daya Manusia yang pesertanya adalah karyawan perusahan besar seperti hotel berbintang 4 dan 5, perusahan bank dan perusahan besar lainnya.
Selama bersekolah SMIP Mengwitani, Nyoman Arnaya hanya mampu di peringkat 6 besar dari 41 siswa. Semenjak awal tahun 1998, SMIP Mengwitani Bali di ganti namanya menjadi SMK Pariwisata Mengwitani.
Setiap saat pulang kampung atau liburan Sekolah, Nyoman Arnaya selalu membantu orang tuanya menggali batu untuk bisa menghasilkan uang untuk bekal bersekolah di Mengwitani. Dari tanggal 5 September 1997 sampai 31 Januari 1998, Nyoman Arnaya melakukan praktek kerja lapangan atau on the job training di PT. Bali Mas Lestari Tour & Travel di Jln. Bay Pass Ngurah Rai, Tohpati, Denpasar.
Setelah lulus dari SMK Pariwisata Mengwitani pada Mei 1998, Nyoman Arnaya melanjutkan pendidikan di PPLP Dhyana Pura, Dalung, Badung, Bali dengan mengambil Program Sertifikasi Management Hospitality yang merupakan kerjasama PPLP Dhyana Pura dengan Goulburn Ovens Institute of TAFE, Australia, program Certificate III dan Certificate IV
Hospitality (in Food & Beverage Division) selama 1 tahun. Saat mengitu pendidikan ini Nyoman Arnaya juga melaksanakan DW (Day Work) di Sheraton Nusa Indah Resort, Nusa Dua yang sekarang bernama The WESTIN Bali selama 2 periode yaitu yang pertama dari tanggal 14 - 24 Juli 1999 dan periode kedua dari tanggal 7 - 12 Agustus 1999. Kemudian melaksanakan praktek kerja lapangan atau on the job training di Legian Beach Hotel, Legian, Kuta Bali selama 4 bulan yaitu dari tgl 3 September sampai 3 Desember 1999. Setelah selesai mengikuti program Certificate III dan Certificate IV, Nyoman Arnaya melanjutkan Program Hospitality Management. Di awal mengikuti program Hospitality Management, tepatnya pada tanggal 28 Maret tahun 2000 sempat melamar bekerja di Kapal Pesiar yaitu di dengan melamar di PT. Sumber Bakat Insani (SBI) Jakarta, yang merupakan Agen Rekrutment Tunggal untuk Perusahan Kapal Pesiar Holland American Lines di Indonesia. Hasil beberapa test, baik test wawancara, test tulis maupun marlin test, Nyoman Arnaya dinyatakan lulus dengan baik dan diberikan bukti kelulusan (lulus sebagai Assisten Waiter). Tetapi malang, setelah persiapan training, dilakukan test kesehatan dan hasilnya dinyatakan positif Hepatitis B sehingga disarankan berobat dulu dan kalau sudah sembuh/sehat baru akan diijinkan mengikuti training di Lenteng Agung Jakarta. 

Nyoman Arnaya kembali ke Bali, mengecek lab kesehatannya di Prodia Bali dan hasilnya juga positif Hepatitis B serta di sarankan berobat di Prof. dr. Made Bakta, yang merupakan ahli penyakit dalam senior di Bali. Beberapa bulan Nyoman Arnaya rutin kontrol kesehatan, cek lab dan berobat sembari melanjutkan pendidikan Hospitality Management di PPLP Dhyana Pura dan bekerja di Trekking and Tour Service di Ubud. Akan tetapi nasibnya semakin sial, saat Twin Tower di AS dihancukan oleh teroris, tourist semakin sepi dan disusul dengan Bom Bali I pada 12 Oktober 2002 yang membuat pariwisata Bali terpuruk. Apalagi disusul Bom Bali II pada Tahun 2005 yang membuat Pariwisata Bali semakin terpuruk. Akhirnya Nyoman Arnaya pulang kampung ke Songan dan memilih bergabung di Partai Politik yaitu PDI Perjuanagn dan beraktifitas di beberapa LSM (NGO), seperti Yayasan Manikaya Kauci (binaan Ir. I Gusti Ketut Puriartha), Kalima Jari (binaan I.D.A Widiastuti), Forum Peduli Kintamani dan Forum Peduli Bangli. Juga menjadi pengurus KPSA (Kelompok Peduli Sumberdaya Alam) Kab. Bangli. Sejak tahun 2007 juga aktif menjadi Pengurus Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Desa Songan B. 
Tidak sampai mengecek lab, apakah sakitnya sudah sembuh atau belum, keburu pikiran Nyoman Arnaya untuk bekerja di Kapal Pesiar sirna. Tugas akhir papper di PPLP Dhyana Pura pun tidak selesai padahal biaya kuliah sudah lunas dan nilai selain nilai papper sudah keluar.
Mulai bulan Juli 2005, di ajak Ketut Suastika (Oky), Nyoman Arnaya bekerja di Pak Michael Heryono, di Perum. Jadi Pesona, Pedungan, Denpasar sebagai staff di Bali Intaran.com serta kadang-kadang sebagai sopir freelance di Balivillas.com. Dari tahun 2007 samapai akhir tahun 2008, Nyoman Arnaya tinggal nomaden, saat ada pekerjaan mengantarkan tourist dia tinggal di Denpasar (numpang di kost Tomy Arista dan Kt. Ardana) atau di Ungasan (numpang di kost Jro Putu), kalau tidak ada pekerjaan di BaliVillas, dia tinggal di Bangli (di rumah Bpk. Ir. Gede Tindih)untuk kegiatan LSM dan Partai, kadang juga di Songan. Pekerjaan sebagai sopir freelance di BaliVillas dilakukan sampai akhir tahun 2009 dan akhirnya menyatakan mundur/berhenti bekerja sejak Januari 2009 karena ikut menjadi Calon Anggota DPRD Kab. Bangli pada Pemilu 9 Maret Tahun 2009. Tapi sayang tidak terpilih.
Pada tanggal 24 Juli 2009, Nyoman Arnaya menikah dengan Ni Wayan Rustini yang berasal dari Banjar Semilajati, Desa Pemecutan Kaja, Denpasar. Ni Wayan Rustini adalah anak pertama dari 3 bersaudara dari pasangan I Nyoman Karsa dan Ni Nengah Sulandri yang keduanya aslinya dari Banjar Guliang Kawan, Desa Bunutin, Kecamatan Bangli. Ni Wayan Rustini lahir di Denpasar pada Hari Jumat (Sukra) Pon, Uku Tambir, tanggal 18 Oktober 1985. Lahir kembar dengan I Nengah Rudi.
Ni Wayan Rustini adalah tamatan TK Merta Yasa, Pemecutan Kaja, Denpasar tahun 1992. Kemudian melanjutkan Sekolah Dasar di SDN 29 Pemecutan Kaja, Denpasar dari 1992 sampai dengan tahun 1998. Kemudian melanjutkan di SLTP PGRI 5 Denpasar dari tahun 1998 - 2001. Setelah tamat SLTP/SMP, Ni Wayan Rustini melanjutkan pendidikan di SMK Negeri 2 Denpasar dari tahun 2001 sampai tahun 2004 dengan mengambil Jurusan Bisnis dan Manajemen dengan Program Keahlian Penjualan. 
Ni Wayan Rustini adalah anak yang rajin dan juga berprestasi selama bersekolah. Sejak duduk di bangku SLTP sampai di SMK, dia selalu mendapat peringakat I dan II. Sehingga dia sering mendapatkan bea siswa berprestasi dari beberapa Lembaga Pendidikan di Denpasar. Akan tetapi dia tidak melanjutkan ke perguruan tinggi karena orang tuanya tidak mampu membiayainya. Karena orang tuanya hanya sebagai pedagang warung kecil di rumahnya (menjual sesajen/canang dan sembako). Dulunya sang ayah, I Nyoman Karsa sempat bekerja sebagai tukang bangunan, akan tetapi karena menderita sakit hernia, sang ayah tidak melanjutkan pekerjaan itu dan memilih membantu istri berjualan di rumah. Bahkan saat duduk di bangku SMK pun Ni Wayan Rustini sudah mencari uang sendiri untuk tambahan biaya sekolahnya, seperti membantu pamannya menjarit dan menjual makanan kecil. Setelah tamat dari SMK Negeri 2 Denpasar, Ni Wayan Rustini memilih bekerja bukan melanjutkan pendidikan seperti orang lain yang mampu secara ekonomi. Dari tahun 2004, Ni Wayan Rustini bekerja di PT. Akar Daya, Denpasar yang merupakan salah satu perusahan distributor pulsa seluler di Bali.
Setelah menikah dan saat hamil pertama, Ni Wayan Rustini tetap melanjutkan bekerja di PT. Akar Daya Denpasar dan setelah cuti nikah, Ni Wayan Rustini kembali ke Denpasar pada akhir bulan Juli 2009 dan tinggal di rumah orang tuanya. Sedangkan Nyoman Arnaya menyusul belakangan awal Agustus 2009 dengan berbekal Rp. 150.000, sambil mulai bekerja sebagai sopir freelance lagi di Perusahan milik Kadek Didi Suprapta dan Putu Sudiana dan ikut tinggal bersama di rumah mertua selama beberapa hari sampai kemudian memutuskan pindah dan kost di Jln. Kembang Matahai I, Denpasar yang kebetulan Kantor Kadek Didi Suprapta juga berada di dekat sana.
Mulai pertengahan bulan Oktober 2009, Nyoman Arnaya belajar secara otodidak tentang promosi di internet (online marketting) untuk bisa mendapatkan pelanggan sendiri karena suatu kebetulan di depan kost ada rental internet dan alhasil dari usahanya itu Nyoman Arnaya bisa mendapatkan konsumen langsung. Sambil bekerja di tempat Kadek Didi dan Putu Sudiana dan ditambah dengan tamu sendiri sehingga volume pekerjaan semakin banyak.
Dari usahanya promosi di internet, pelanggan yang menggunakan jasa Nyoman Arnaya semakin banyak dan bahkan bisa mempekerjakan orang lain akan tetapi tetap bekerja sama dengan Kadek Didi dan Putu Sudiana.
Pada hari Minggu (Redite) Wage, Uku Uye, tanggal 27 Desember 2009 lahir anak pertama dari pasangan Nyoman Arnaya dengan Wayan Rustini. Anak laki-laki ini lahir di Rumah Bersalin Puri Asih, Jl. Kecubung, Denpasar dengan berat 410 gram dan diberi nama Gede Pilegio Narayana Songan (GPNS). Setelah habis masa cuti melahirkannya, Ni Wayan Rustini kembali bekerja di Akar Daya. Kemudian awal Januari 2010, Nyoman Arnaya juga dibantu dibelikan mobil Suzuki APV X warna hitam oleh sahabat, I Wayan Diar, SST.Par. dari Desa Belantih, Kintamani yang tinggal di Jln. Dewi Sri, Batubulan, Gianyar. Mobil itu dipakai bekerja untuk mengajak tamu/tourist tour, kadang-kadang juga dibawa pulang kampung bersama istri dan anak yang pertama. Setelah Gede Pilegio Narayana Songa berumur 4 bulan, bulan April 2010, Ni Wayan Rustini memutuskan berhenti bekerja dan berkonsentrasi mengurus anak dan keluarga.
Pada tanggal 2 Juli 2010 Nyoman Arnaya bersama Istri dan anak memutuskan pindah kost ke Perum. Dangin Bethe Lestari, Banjar Tubuh, Batubulan, Gianyar dengan pertimbangan agar lebih nyaman, aman dan lebih dekat dengan Putu Sudiana yang sudah memiliki rumah disana.
Dengan bermodal semangat dan 1 mobil dari seorang sahabat, Nyoman Arnaya terus bekerja dan bekerja. Konsumenpun semakin banyak. Kadang-kadang bisa mempekerjakan 3 - 4 sopir dalam sehari. Dari hasil itulah Nyoman Arnaya bersama keluarga bisa memenuhi kebutuhan keluarga seperti biaya persalinan istri, makan, kost dan lainnya. Setelah uasahanya tersebut berjalan sekitar 2 tahun, terkumpullah beberapa hasil usaha dan sejak akhir tahun 2011 dipakai merenovasi rumah di Banjar Serongga, Desa Songan. 
Seperti biasa, cecok/perselihan kecil/bertengkar terjadi. Tetapi pertengkaran itu tetap bisa diselesaikan dengan baik. 
Hari Sabtu (Saniscara) Umanis Uku Sungsang, tanggal 2 Juli 2011 anak yang kedua lahir. Anak perempuan yang juga lahir di Rumah Bersalin Puri Asih, Jln. Kecubung, Denpasar ini lahir dengan berat 390 gram dan diberi nama Kadek Vilandia Narayana Songan.

Ucapan Terimaksih kami yang setulus-tulusnya dan sebesar-besarnya disampaikan kepada:
  1. Ida Sanghyang Widhi Wasa atas berkah dan karunianya
  2. Ida Betara Kawitan, Betara Sami di Songan, dan Betara Gusti Gelah
  3. Ida Betara Hyang/Leluhur dan Hyang Putus
  4. Orang Tua dan Mertua
  5. Saudara-saudara (Saudara Kandung dan Ipar)
  6. Ir. Gede Tindih dan Keluarga
  7. Prof. Drs. IB. Adnyana Manuaba dan Ir. IB. Narayana Manuaba dan Keluarga
  8. I Gst. Ngurah Adi Putra, A.Par., Made Suwenten, A.Par, dan Drs. Nyoman Alit Sarjana Putra dan Keluarga
  9. Para Guru dan Dosen Pendidik
  10. Ketut Suastika dan Keluarga
  11. Tomy Arista, Ketut Ardana Saputra, Man Dit dan Jro Putu
  12. Kadek Didi Suprapta dan Keluarga
  13. Putu Sudiana dan Keluarga
  14. I Wayan Diar, SST.Par. dan Keluarga
  15. Para Sopir dan sahabat yang sudah bekerja sama dengan baik
  16. Keluarga besar dan para sahabat di Songan
  17. Keluarga besar Oraganisasi dimanapun saya bergabung
  18. Teman-teman di Sekolah dan teman-teman Kuliah
  19. Teman-teman dan sahabat di manapun berada
  20. Anak-anak, semoga menjadi anak yang baik!